RSS

TUHAN, MANUSIA DAN ALAM

TUHAN, MANUSIA DAN ALAM

1) Tuhan
Bahwa Tuhan memberikan kemulian pada diri manusia, dengan kelebihannya ia menjadi khalifah di muka Bumi ini. dengan hal tersebut manusia mampu berkomunikasi dengan Tuhan dengan baik dan ideal. Bagaiman berakhlak kepada Tuhan yang terangkum dalam bentuk ibadah atau menghambakan diri dengan sepenuhnya kepada Allah SWT.
Setiap manusia juga harus tau dan menyadari tentang diri sendiri, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk memberitahukan tentang eksistensi Tuhan terhadap makhluk-makhluk-Nya. Dan yang terpenting adalah bagaimana mansuia dapat beribadah kepada Tuhan secara total dan maksimal.

2) Alam
Bahwa diharapkan setiap manusia dapat berkarya secara kreatif dan produktif dalam memelihara dan menciptakan keseimbangan di alam ini, Boleh dimanfaatkan, tetapi bukan dieksploitasi sedemikian rupa sehingga lebih banyak menimbulkan kemudratan dari pada manfaat.
Bahwa melalui sumber daya alam manusia setiap manusia bisa hidup makmur dengan memanfaatkan apa yang ada di dalamnya, serta dengan itu pula manusia diberi kedudukan yang terhormat, kera dengan alam manusia dapat merealisasikan pengetahuan yang ia dapat dalam hal matreialistik.
Melalui tulisan diatas, bahwa setiap manusia diajarkan untuk selalu aktif dan berfikir untuk selalu meningkatkan sumberdaya mansia dengan memanfaatkan alam disekitar.

3) Manusia
Bahwa manusia mesti menjalin hubungan baik dengan sesamanya, tidak memperbudak antar sesamnya karena hal tersebut akan merugikan satu dengan yang lainya, yang berimbas pada keuntungan pribadinya sendiri. Manusia juga diharapkan mengaplikasikan prilaku kepada sesama dalam bentuk kasih sayang yang bertujuan beribadah kepada Tuhan, kerena sudah dibekali dengan beberapa potensi yang ada dalam dirinya bahkan diluar dari dirinya, untuk bisa dimanfatkan.
TUHAN menciptakan alam semesta, sebagai alat ke­lengkapan hidup bagi manusia, dengan sistem tata hubungan yang sangat harmonis satu dengan lainnya. Para ulul albab, pemikir, cendekiawan, dan ilmuwan melihat korelasi Tuhan – Manusia – Alam sebagai suatu keniscayaan. Tak hanya karena Tuhan menyatakan, bahwa alam terjadi melalui proses penciptaan. Melain­kan karena perkembangan sains membuktikan, proses terjadinya alam, sebagaimana disebutkan dalam kitab suci, merupakan fakta yang nyata.
Alam dieksploitasi dan dieksplorasi, diambil kekayaannya.
Se­bagaimana Ia menciptakan beragam bangsa dan suku bangsa, Tuhan juga menciptakan alam dengan berbagai karakter, dengan potensi sumberdaya alam yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan lainnya.
Di belahan dunia tertentu Ia hamparkan gurun pasir sedemikian luas, di belahan lainnya ia hamparkan kawasan es beku, di belahan lainnya lagi ia hamparkan ka­wasan pe­gunung­an, lembah, dilengkapi sungai dan danau dengan ke­suburan yang berbeda. Pada setiap kawasan itu, Tuhan me­nyimpan aneka material alam, yang me­mungkinkan manusia memenuhi kehidupan, mem­bangun, dan mengembangkan peradabannya.
Untuk itu pula, Tuhan memberikan kelebihan akal dan fikiran bagi manusia untuk berproses, dipandu oleh para insan pilihan yang diutusnya sebagai nabi, rasul, yang ke­mudian di­lanjutkan dengan para ulama (intelek­tual), kaum ulul albab, yang berkewajiban me­ngembangan sains dan tek­nologi. Me­ngembangkan ke­mampuan me­nata dan mengelola alam se­mesta, seraya memberi makna atas setiap jengkal alam yang di­cipta-Nya. Mulai dari peradaban yang paling seder­hana, sampai yang paling kompleks.
Semua itu, merupakan fasilitas Tuhan bagi umat manusia, mengekspresikan kewajib­an utama­nya: ibadah. Mengabdi kepada Tuhan. Dan peng­abdian yang paling utama adalah memberi me­ngembangkan dayacipta, se­hingga berkemampuan me­ngelola sumberdaya alam bagi ke­maslahatan umat manusia secara harmonis.
Para hukama’ (failasuf) yang diberikan keunggul­an se­bagai para pemikir, mencatatkan dalam karya-karya besar mereka, keadaan dunia dengan segenap fe­nomena dan para­digma peradaban yang terbangun di atasnya. Bahkan, tak jarang dengan memakan korban, sebagai martir peradaban, untuk menegaskan pemaham­an dan pengetahuannya tentang bumi yang bulat, se­bagai salah satu planet di antara gugusan tatasurya di alam semesta yang fana ini.
Para hukama’ mendeskripsikan, bumi merupa­kan planet yang di­selubungi ele­men air. “Laksana anggur yang terapung di atas air”, ungkap Ibnu Khaldun. Dalam kitabnya yang sohor, Mu­qaddimah, Ibnu Khaldun me­lukiskan: “Air keluar me­narik dari bagian-bagi­an bumi, sebab Allah hendak men­ciptakan makhluk-makhluk hidup di atas­nya, lalu me­makmurkannya, dengan me­netapkan fungsi manusia se­bagai khalifah. Berke­dudukan di separuh daratan bumi, tidak tergenang air, melainkan dikelilingi, berupa hampar­an laut luas ter­bentang. Al bahru al muhiith”.
Di sebagian bumi yang tidak tertutup air itulah, Allah menyediakan ruang bagi manusia menemukan, me­­numbuh­kan, dan mengembangkan peradabannya. Dan dengan per­adaban­nya itu, manusia menemukan se­demiki­an banyak ke­kayaan alam yang ditebarkan Allah di se­luruh penjuru bumi. Baik di darat, di laut,  maupun di udara.
Ibnu Khaldun melukiskan secara deskriptif, bahwa di bagian bumi sebelah selatan, dihamparkan padang pasir dan tanah kosong, dengan sedikit dihuni manusia. Lebih luas di­bandingkan dengan kawasan di sebelah utara dan tengah, yang banyak dihuni manusia. Kawasan ini terdiri dari daratan yang cembung, terletak di antara khatulistiwa dan lingkaran bumi, berbatas dengan gugusan gunung yang memisahkan kawasan itu dengan samudera yang mengelilinginya, karena gunung-gunung itu condong ke arah Timur. Meski gugusan gunung melingkar jauh hingga ke Barat, dari titik di mana kita memulai arah dan pandangan.
Di sepanjang gugusan gunung-gunung, sungai, laut, danau, dan samudera lepas, Tuhan menyimpan se­demikian banyak kekayaan berupa gas dan minyak bumi yang terbentuk dari batuan fosil makhluk berper­adaban amat purba. Kemudi­an, Tuhan menghamparkan potensi bebatuan mineral dengan ribuan jenis dan ragam, yang terbentuk ribuan tahun. Lalu, se­suai dengan hukum alam yang mengaturnya, manusia hidup di berbagai daerah alir­an sungai, dan memulai peradab­annya di masa lalu. Seperti daerah aliran sungai Nil, Euphrat, Tigris, dan Balkh yang disebut Oksus atau Jayhun.
Sungai Nil, misalnya, berhulu di Gunung Qumr, yang diyakini di masa lalu, sebagai gunung tertinggi di atas per­muka­an bumi. Bahkan diyakini melebihi ke­tinggi­an Himalaya dengan mount Everest-nya di Nepal. Dari gunung itulah, me­mancar mata air, lalu mem­bentuk tiga danau yang satu dengan lainnya dihubung­kan oleh sungai dan anak sungai atau khalij, yang terus mengalir ke muaranya.
Di sepanjang aliran sungai itulah manusia me­nge­ja­wan­tahkan sains, teknologi, pengalaman, dan budaya­nya se­bagai satu kesatuan peradaban, dengan be­ragam bentuk pe­mahaman mereka tentang Tuhan, Alam, dan Manusia sebagai satu ke­satuan triangle of life.
  
Sumber :
http://www.akarpadi.com/?p=2736

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar